CUKUP 3500 BISA KELILING JAKARTA

.
Judul di atas bukanlah omong kosong tapi beneran dan nyata, tak muluk-muluk juga kalau saya katakan demikian. Saya bisa keliling Jakarta cukup dengan 3500 rupiah, ongkos yang cukup murah bukan? Dengan uang segitu saya bisa lewat Ragunan, Semanggi, Bunderan HI, Monas, Masjid Istiqlal, Kota Tua, hingga Ancol. Pusat-pusat perbelanjaan terkenal di Jakarta pun bisa saya lewati dengan 3500 itu. Saya pun jadi bisa tahu Pasar Senen, Blok M, Grand Indonesia, Plaza Indonesia, Sarinah, Roxy, Mangga Dua, Glodok, dan Pasar Baru. Beberapa museum terkenal seperti Museum Gajah dan Fatahillah pun bisa saya kunjungi dengan mudah.


Akses yang bisa saya dapatkan dengan mudah tersebut hanya bisa diwujudkan oleh busway, transportasi bus umum Transjakarta. Busway dapat melayani hampir seluruh wilayah Jakarta. Bagi para pendatang yang ingin tahu Jakarta, busway merupakan transportasi yang tepat untuk dijadikan pilihan. Selain murah, busway dapat membawa kita ke berbagai tempat penting Jakarta seperti tempat-tempat wisata dan pusat perbelanjaan terkenal tadi.

Busway Transjakarta melayani 11 koridor dengan rute Blok M – Kota (Koridor 1), Pulogadung – Harmoni (Koridor 2), Kalideres – Pasar Baru (Koridor 3), Pulogadung – Dukuh Atas 2 (Koridor 4), Ancol – Kampung Melayu (Koridor 5), Ragunan – Dukuh Atas 2 (Koridor 6), Kampung Rambutan – Kampung Melayu (Koridor 7), Lebak Bulus – Harmoni (Koridor 8), Pinang Ranti – Pluit (Koridor 9), Tanjung Priok – PGC/Pusat Grosir Cililitan (Koridor 10), dan Walikota Jakarta Timur – Kampung Melayu (Koridor 11). Rencananya masih ada beberapa koridor lagi yang rencananya akan dibuat.

Busway Transjakarta juga sudah memenuhi syarat untuk disebut sebagai angkutan massal kota berpenduduk padat seperti Jakarta. Dalam sehari, busway bisa mengangkut ribuan orang. Kalau diurusin dengan benar, profesional, dan serius bukan tak mungkin busway dapat dijadikan solusi untuk mengurangi kemacetan Jakarta yang makin parah.

Sayangnya, proyek ambisius Pak Sutiyoso tersebut seperti dicuekin, tak diurusin dengan benar, dan tak dikelola dengan manajemen profesional. Banyak busway yang sudah tak nyaman lagi dinaiki, AC-nya mati, tak lagi harum, laju kendaraannya pun sudah tak senyaman dulu, goncangannya lebih terasa ketika melaju. Sungguh berbeda saat busway pertama kali diluncurkan dan beroperasi. Waktu itu, busway sangatlah nyaman, sejuk, harum, dan ketika melaju pun tak terasa goyangannya.

Padahal, saat Pak Sutiyoso - Gubernur DKI sebelum Foke - merintis busway, sebagian besar orang banyak yang mencibir, protes, dan dianggap proyek sia-sia karena tak terlalu signifikan untuk mengurangi kemacetan Jakarta. Malah katanya semakin memacetkan Jakarta karena jalur busway memakan sepertiga badan jalan yang sudah ada sehingga semakin mempersempit jalur untuk kendaraan pribadi dan umum lainnya. Pak Sutiyoso tak ambil pusing dengan itu, beliau terus jalan dengan proyek buswaynya tersebut meski banyak suara-suara sumbang di sekitarnya.

Hasilnya, saya pun bisa menikmati busway dan bisa menikmati Jakarta dengan murah, demikian pula dengan warga lainnya. Pada jam-jam sibuk dan libur, busway selalu dipadati penumpang. Andaikata busway diurusin dengan benar dan profesional, saya yakin pasti banyak para pengendara pribadi yang beralih ke busway. Dan itu artinya, kendaraan pribadi akan berkurang memasuki wilayah Jakarta. Apalagi kalau diintegrasikan dengan KRL (kereta listrik) Jabodetabek yang nyaman tentu akan makin membuat orang malas membawa kendaraan. Tak usahlah membangun proyek subway yang berbiaya besar, diseriusin saja mengurusi busway dan KRL, sebenarnya itu sudah cukup.

Sebenarnya, gampang kok mengurangi kemacetan Jakarta. Caranya (seperti yang saya katakan tadi), buatlah busway senyaman mungkin, bersih, harum, dan setiap waktu selalu ada tanpa harus menunggu lama di halte. Berikan harga terjangkau atau berlakukan kartu langganan seperti halnya KRL dan jalan tol. Integrasikan busway dengan KRL Jabodetabek yang nyaman pula, jumlah gerbong kereta diperbanyak sehingga setiap lima menit penumpang bisa diangkut tanpa terjadi penumpukan. Kalau perlu, berikan subsidi untuk kedua transportasi tersebut agar rakyat kecil juga bisa menikmati transportasi yang nyaman dan sehat.

Saran saya untuk calon gubernur Jakarta cuma itu. Seriusin saja sarana yang sudah ada, buat lebih profesional dan berpihak pada semua kalangan. Seandainya subway terealisasi, saya tak yakin ongkosnya bisa terjangkau oleh rakyat kecil. Daripada membuang uang triliunan rupiah, lebih baik menjadikan busway sebagai angkutan yang benar-benar massal dan profesional. Jangan dibiarkan busway terseok di tengah jalan, apalagi sampai terbakar dan meledak. Itu artinya apa, kesejahteraan busway pun tak lagi menjadi prioritas utama. Kesannya seperti, “Itu bukan proyek gue …”.

Catatan:
Tulisan ini pernah saya posting di Kompasiana

0 comments:

Post a Comment