KRL EKONOMI MAKIN MENYENGSARAKAN

.
Sudah satu minggu ini saya menggunakan jasa KRL, Kereta Rel Listrik, dari Depok menuju Bogor. Mobil dinas yang biasa dipakai ngantor lagi overhaul di bengkel resminya. Capek juga memang, tapi tak apalah demi pekerjaan, toh masih banyak yang lebih susah dari saya demi mendapatkan sesuap nasi.
KRL ekonomi ke Bogor tak sepadat ke Jakarta. Sering tak tega melihat para penumpangnya. Mereka harus bergelantungan dan sempit-sempitan di dalam kereta ekonomi tersebut, atau duduk di atas atap KRL yang berisiko disengat listrik tegangan tinggi. Bahkan ada yang berdiri di luar, di antara rangkaian kereta. Kalau jatuh saja, mereka langsung terlindas roda besi kereta. Itulah nasib KRL ekonomi yang tak lagi memanusiakan penumpangnya.
Sudah begitu, KRL juga sering telat, apalagi jadwal KRL ekonomi makin berkurang sejak Commuter Line yang ber-AC itu diberlakukan. Kalau tiketnya murah seperti KRL ekonomi taklah jadi masalah. Ini tidak, namanya juga ber-AC (walau sering cuma kipas angin doang di dalamnya), tentu harganya lebih mahal. Kalau KRL ekonomi Depok-Bogor sebesar Rp. 2000, maka Commuter Line berharga Rp. 6000. Bagi rakyat kecil, selisih Rp. 4000 itu sangatlah besar nilainya.

Namun, seburuk apapun kondisinya, orang-orang berpenghasilan kecil itu tetap menggunakan jasa KRL ekonomi tersebut. Mereka tak bisa berpindah ke moda angkutan lain. KRL ekonomi tetap jadi andalan buat mereka meski makin menyengsarakan.

0 comments:

Post a Comment