Kalau Anda berada dalam sebuah penerbangan panjang biasanya Anda akan banyak disuguhi dengan berbagai makanan dan minuman. Namun ini berlaku untuk penerbangan yang full service lho, bukan yang low budget seperti Air Asia. Kalau penerbangan low budget, semua makanan yang Anda inginkan harus beli, atau dipesan saat booking tiket secara online, kemudian langsung bayar. Pas di atas pesawat, Anda tinggal menikmati semua makanan yang telah dipesan. Berbeda dengan penerbangan yang full service seperti yang dilakukan Garuda, Lufthansa, Singapore Airlines, Qatar, KLM, dan sebagainya, Anda akan disuguhi banyak makanan dan minuman. Apalagi kalau duduk di kelas bisnis atau first class, bakal dilayani bak raja.
Demikianlah yang pernah saya alami dalam sebuah penerbangan dari Jakarta ke Frankfurt. Meski cuma duduk di kelas ekonomi, namun tetap mendapat layanan yang full untuk penerbangan full service yang saya maksud tadi. Saat mulai masuk pesawat, Anda akan mendapat senyuman dan sapaan yang paling ramah (ini memang standar penerbangan). Walau saya tahu senyum itu senyum terpaksa, bukan senyum yang tulus. Apalagi senyuman dari pramugari bule, kelihatan sekali dipaksakan.
Untungnya, wajah-wajah Asia masih mendominasi penerbangan Lufthansa tersebut. Senyum orang Asia itu lebih ramah dan tulus. Saya pikir mereka akan tetap menemani penerbangan saya hingga Frankfurt. Ternyata tidak, saat transit di Singapore, semua kru pesawat berubah, terutama pramugari dan pramugaranya. Semua berwajah bule, orang asli Jerman. Wajah-wajah kaku pun mulai terasa. Mereka tetap menyapa dan tersenyum ramah pada setiap penumpang, terutama penumpang bule. Kalau penumpangnya berwajah Asia seperti saya, tetap ramah juga sih, tapi hawanya berbeda. Berarti, merekalah yang akan melayani kami selama 12 jam berikutnya hingga Frankfurt.
Sempat juga bertanya-tanya dalam hati, “Pada kemana nih kru-kru berwajah Asia tadi. Apa mereka belum bisa dipercaya ya untuk penerbangan sampai Eropa?”. Tapi sudahlah, “Kapan lagi bisa dilayani para bule itu, kapan lagi bisa nyuruh-nyuruh bule itu”, demikian pikir saya. Saat mencari nomor kursi seperti yang tertera di boarding pass, seorang penumpang Asia tak menutup rapat kabin penyimpanan tas di atas kursinya hingga tas tersebut jatuh, untung tak mengenai yang lain. Seorang pramugari langsung menegur penumpang Asia itu sambil melotot, “Kamu bisa hati-hati gak, jangan sembarangan dong”, kata sang pramugari, dengan bahasa Inggris campur aksen Jerman, itu cuma terjemahan bebasnya. “Galak juga nih pramugari”, kata saya dalam hati.
Tak lama, pesawat pun take off, dan layanan yang benar-benar full service itu pun dimulai. Pramugari mulai menawarkan minuman dan menu makanan, bisa pilih lagi, mau menu Asia atau Eropa. Wine atau champagne juga ada. Kalau gak doyan kedua minuman itu, susu dan teh juga ada. Kalau mau begadang, kopi juga tersedia. Air putih dan sirup juga ada. Softdrink apalagi, dari yang beralkohol sampai tidak juga ada. Semua tinggal pilih sesuai selera. Cemilan-cemilan juga ditawari. Mau hiburan juga ada, movie, berbagai jenis musik semua ada, tinggal pilih. Maklum, pesawat Boeing 747-400 itu dilengkapi semua fasilitas hiburan. Kita tinggal berpindah-pindah channel, sesuai selera. Kalau Anda tertidur, pramugari pasti tak bakal mengganggu. Kalau terbangun, kita langsung ditawari minuman atau makanan.
“Would you like some coffee or tea”, tawar seorang pramugari saat sampai di samping kursi saya.
“White water, please”, jawab saya tanpa canggung.
Si pramugari tampak bingung, dan mengulangi permintaan saya, “What? White wine?”, tanya si pramugari lagi.
Saya jawab lagi, “No, no, white water please”.
Si pramugari masih tampak bingung, dan saya baru menyadari kesalahan saya, akhirnya saya langsung jawab lagi, “Water, please ….”. Si pramugari pun langsung paham.
“Ooooo, water ….”, jawab si pramugari setengah jengkel.
Ternyata kalau mau pesan air putih, cukup bilang “water” saja, jangan pake “white water”, ntar dikira mau pesan “white wine” atau anggur putih. Maklum, Inggris saya masih Indonesia sekali. Kalau diingat-ingat, kejadian itu sering buat saya senyum sendiri, malu.
Catatan:
Tulisan ini pernah saya posting di Kompasiana:
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/03/17/white-water-please/
Untungnya, wajah-wajah Asia masih mendominasi penerbangan Lufthansa tersebut. Senyum orang Asia itu lebih ramah dan tulus. Saya pikir mereka akan tetap menemani penerbangan saya hingga Frankfurt. Ternyata tidak, saat transit di Singapore, semua kru pesawat berubah, terutama pramugari dan pramugaranya. Semua berwajah bule, orang asli Jerman. Wajah-wajah kaku pun mulai terasa. Mereka tetap menyapa dan tersenyum ramah pada setiap penumpang, terutama penumpang bule. Kalau penumpangnya berwajah Asia seperti saya, tetap ramah juga sih, tapi hawanya berbeda. Berarti, merekalah yang akan melayani kami selama 12 jam berikutnya hingga Frankfurt.
Sempat juga bertanya-tanya dalam hati, “Pada kemana nih kru-kru berwajah Asia tadi. Apa mereka belum bisa dipercaya ya untuk penerbangan sampai Eropa?”. Tapi sudahlah, “Kapan lagi bisa dilayani para bule itu, kapan lagi bisa nyuruh-nyuruh bule itu”, demikian pikir saya. Saat mencari nomor kursi seperti yang tertera di boarding pass, seorang penumpang Asia tak menutup rapat kabin penyimpanan tas di atas kursinya hingga tas tersebut jatuh, untung tak mengenai yang lain. Seorang pramugari langsung menegur penumpang Asia itu sambil melotot, “Kamu bisa hati-hati gak, jangan sembarangan dong”, kata sang pramugari, dengan bahasa Inggris campur aksen Jerman, itu cuma terjemahan bebasnya. “Galak juga nih pramugari”, kata saya dalam hati.
Tak lama, pesawat pun take off, dan layanan yang benar-benar full service itu pun dimulai. Pramugari mulai menawarkan minuman dan menu makanan, bisa pilih lagi, mau menu Asia atau Eropa. Wine atau champagne juga ada. Kalau gak doyan kedua minuman itu, susu dan teh juga ada. Kalau mau begadang, kopi juga tersedia. Air putih dan sirup juga ada. Softdrink apalagi, dari yang beralkohol sampai tidak juga ada. Semua tinggal pilih sesuai selera. Cemilan-cemilan juga ditawari. Mau hiburan juga ada, movie, berbagai jenis musik semua ada, tinggal pilih. Maklum, pesawat Boeing 747-400 itu dilengkapi semua fasilitas hiburan. Kita tinggal berpindah-pindah channel, sesuai selera. Kalau Anda tertidur, pramugari pasti tak bakal mengganggu. Kalau terbangun, kita langsung ditawari minuman atau makanan.
“Would you like some coffee or tea”, tawar seorang pramugari saat sampai di samping kursi saya.
“White water, please”, jawab saya tanpa canggung.
Si pramugari tampak bingung, dan mengulangi permintaan saya, “What? White wine?”, tanya si pramugari lagi.
Saya jawab lagi, “No, no, white water please”.
Si pramugari masih tampak bingung, dan saya baru menyadari kesalahan saya, akhirnya saya langsung jawab lagi, “Water, please ….”. Si pramugari pun langsung paham.
“Ooooo, water ….”, jawab si pramugari setengah jengkel.
Ternyata kalau mau pesan air putih, cukup bilang “water” saja, jangan pake “white water”, ntar dikira mau pesan “white wine” atau anggur putih. Maklum, Inggris saya masih Indonesia sekali. Kalau diingat-ingat, kejadian itu sering buat saya senyum sendiri, malu.
Catatan:
Tulisan ini pernah saya posting di Kompasiana:
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/03/17/white-water-please/
0 comments:
Post a Comment