SI JAGUR (BUKAN) MERIAM PORNO LHO

.
Bagi yang pernah mengunjungi Museum Fatahillah atau Museum Jakarta, nama meriam Si Jagur pasti sudah tak asing lagi. Saya mengenal meriam Si Jagur pertama kalinya dari poster sebuah film nasional yang berjudul Si Jagur (1982). Poster film yang dibintangi oleh Benny G. Rahardja atau Benny Gautama dan George Rudy itu bergambar meriam Si Jagur bersama sang bintang yang sedang beraksi. Waktu itu saya tak begitu ngeh dengan bentuk pangkal Si Jagur tersebut, padahal poster film Si Jagur itu memperlihatkannya dengan sangat jelas.


Meriam Si Jagur dapat dikatakan sebagai meriam yang paling banyak mendapat perhatian dari para pengunjung Museum Jakarta. Padahal selain Si Jagur, masih ada delapan meriam lagi di Museum Jakarta. Namun Si Jagur tetap yang dicari pengunjung, terutama pengunjung yang berusia muda atau remaja. Info tentang keunikan meriam Si Jagur ini pasti sudah menyebar dari mulut ke mulut. Di mana letak keunikan meriam Si Jagur?

Kalau diperhatikan, moncong Si Jagur itu tak jauh berbeda dengan moncong meriam lainnya. Cuma bentuk pangkal Si Jagur saja yang membedakannya dengan meriam lain. Pangkal Si Jagur itu berbentuk kepalan tangan kanan dalam posisi jempol dijepit jari telunjuk dan jari tengah. Lambang kepalan tangan demikian diasumsikan sebagai bentuk keintiman antara pria dan wanita. Jadi, tak heran kalau meriam Si Jagur dianggap sebagai lambang kesuburan. Bahkan tak sedikit yang menganggap Si Jagur itu porno.

Saat saya melihat Si Jagur secara langsung, banyak anak-anak remaja pria dan wanita yang mendekati meriam Si Jagur. Mereka tertawa-tawa sambil menunjuk pangkal Si Jagur. “Bener kan, bener kan”, demikian kata-kata yang mereka lontarkan pada teman-temannya yang lain. Saya tak paham maksud kata-kata mereka tersebut. Anak-anak itu pun berpose di atas meriam Si Jagur dengan berbagai aksi, padahal di situ sudah ada tanda larangan untuk menaiki Si Jagur, tapi tetap tak mereka gubris. Bahkan tak sedikit pula yang malu-malu saat melihat bentuk kepalan tangan Si Jagur tersebut. Mereka yang malu langsung bergumam, “Hiii”, dan langsung berpaling.

Bagi banyak orang lain lagi, meriam Si Jagur dianggap dapat memberikan keturunan. Mereka datang ke “Si Jagur” untuk minta diberi anak. Caranya, sang peminta harus menunggangi meriam Si Jagur. Apakah permintaan ini dikabulkan atau tidak, tak ada yang bisa membuktikan. Kalaupun ada yang langsung bisa punya anak setelah mengunjungi dan menunggangi Si Jagur, barangkali itu hanya kebetulan belaka. Namanya juga mitos, tentu sangat sulit membuktikan kebenarannya.

Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari dalam museum, meriam Si Jagur dibawa oleh orang belanda dari Malaka setelah Malaka direbut dari tangan Portugis tahun 1641. Ia berkaliber 24 pon dan ditempatkan di salah satu kubu kastil Batavia. Di atas meriam terlihat tulisan ex me ipsa renata sum (saya lahir dari diri sendiri) dan angka latin X+I+V=XVI, artinya 16 meriam berukuran lebih kecil dileburkan untuk menciptakan Si Jagur ini. Kemungkinan meriam ini dibuat oleh M.T. Bocarro di Macao (Cina) untuk benteng Portugis di Malaka. Meriam ini ditempatkan di halaman belakang Museum sejarah Jakarta.

Dulunya, meriam sepanjang 3,85 meter dan diameter laras 25 sentimeter yang ditopang oleh kayu merah itu, ditempatkan di kawasan Kota Intan Pinangsia. Tempat ini merupakan tempat asalnya pada zaman kolonial. Kemudian dipindah ke Museum Nasional, lalu pada 1968 dipindah ke Museum Wayang (dahulu Museum Jakarta Lama). Sejak 1974 menempati taman depan Museum Sejarah Jakarta tersebut hingga tahun 2002. Dan sekitar bulan November 2002, meriam Si Jagur dipindah ke halaman belakang Museum Jakarta.

So … masihkah ada yang beranggapan kalau meriam Si Jagur itu sebagai meriam porno?

Catatan:
Tulisan ini pernah saya posting di Kompasiana

0 comments:

Post a Comment