MALANG TERNYATA MENGASYIKKAN

.
Tanggal 23-24 September 2011, saya bertugas ke Kota Malang. Ada pekerjaan kantor yang harus saya kerjakan di Kota Apel tersebut. Baru pertama kali itu saya mengunjungi Malang. Jujur, saat ditugasi ke kota tersebut, senangnya bukan main. Lumayanlah, bisa melihat Malang secara gratisan, mumpung dibiayai kantor. Bak kata pepatah, "Sambil menyelam minum air" dan "Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui".

Pepatah-pepatah itu sangat cocok buat saya. Namun tak berarti saya melalaikan tugas kantor lho. Kelar tugas kantor, saya pun menelusuri Malang dalam waktu singkat, soale waktu take off untuk balik ke Jakarta tinggal 4 jam lagi. Paling tidak, saya sudah berada di Bandara Abdulrachman Saleh Malang satu jam sebelum take off. Jadi, waktu yang tersisa tinggal 3 jam. Apa yang saya temukan dalam penelusuran singkat itu?

Pertama, keluar atau check out dari Hotel Sahid Montana di Jalan Kahuripan sekitar pukul 11.30. Dengan membawa tas travel (yang lumayan berat), saya berjalan kaki ke arah Balai Kota, tempat walikota Malang ngantor sehari-hari. Balai Kota memang tak jauh dari hotel tempat saya menginap. Tepat di depan gedung Balai Kota, terdapat taman Tugu Kota Malang atau yang dikenal juga dengan sebutan Tugu Malang atau Bunderan Tugu. Tugu itu jadi ikon Kota Malang. Saya pun jeprat-jepret dengan kamera saku kayak turis asing di tempat itu.

Kedua, selesai dari Balai Kota, saya melangkahkan kaki ke arah Jalan Majapahit melewati jembatan peninggalan Belanda dan Pasar Burung Kota Malang. Saya tak mampir di pasar tersebut karena tak doyan sama burung. Saya terus berjalan hingga ketemu dengan sebuah perempatan yang menghubungkan dan mempertemukan Jalan Majapahit, Jalan Mgr. Sugiopranoto, dan Jalan Jenderal Basuki Rahmat. Di jalan Jenderal Basuki Rahmat itu terdapat Gereja Kayutangan, gereja yang sangat terkenal di Kota Malang. Bangunan gereja tersebut sangat megah, arsitekturnya pun bergaya Eropa, jadi serasa seperti di Belanda atau di Perancis gitu, hehehe.

Ketiga, tepat di depan Gereja Kayutangan, ada sebuah restoran peninggalan Belanda yang bernama "Toko Oen". Restoran tersebut berdiri sejak tahun 1930. Dulunya, para Belanda dan orang-orang kaya, bangsawan, maupun pejabat pemerintahan waktu itu banyak yang makan di tempat itu. Untuk ukuran masa itu, Toko Oen dianggap cukup bergengsi. Kebetulan, jam makan siang sudah tiba, perut sudah keroncongan, saya pun mampir ke Toko Oen, buat makan siang. Banyak menu yang disediakan Toko Oen. Mulai dari menu-menu khas Eropa hingga menu-menu khas zaman kolonial ada di restoran tersebut. Tapi jangan khawatir, kalau Anda tak suka menu-menu khas Eropa itu, Anda juga bisa memesan menu ala Indonesia. Ada nasi goreng, mie goreng, dan sebagainya.

Mata saya pun tertuju pada buku menu yang diberikan oleh pramusaji. Lumayan mahal memang harga-harganya, namun tak apalah, yang penting hati senang. Menu pilihan saya adalah Sop Krim Asparagus Kepiting. Saya belum pernah makan Asparagus, sejak dulu memang terus penasaran ingin mencicipi asparagus tersebut. "Pucuk dicinta ulam pun tiba", akhirnya saya bisa merealisasikan keinginan tersebut. Rasanya mantap dan menyegarkan.

Selesai makan siang, waktu sudah menunjukkan pukul satu siang. Saya pun buru-buru cari taksi. Saya pikir taksi akan bersiliweran di sepanjang jalan, seperti di Jakarta. Ternyata salah, taksi tak kunjung lewat setelah beberapa lama berdiri di depan Gereja Kayutangan. Kalau pun ada yang lewat pasti sudah berisi penumpang. Saya tanya pada seorang penarik becak tentang kondisi tersebut. Katanya, taksi ngetemnya di pasar atau hotel-hotel, kalau di jalan bakal tak ketemu taksi kosong. Dia menawarkan diri untuk mengantarkan saya mencari taksi. Saya pun menerima tawaran bapak tua penarik becak tersebut menuju Pasar Besar Malang untuk mencari taksi.

Sesampai di Pasar Besar Malang, taksi tak ada. "Tumben nih tak ada", kata si Bapak penarik becak. Saya pun memintanya untuk berkeliling lagi, mencarinya di hotel-hotel. Tiba di Olino Garden Hotel, tak jauh dari Pasar Besar, taksi pun tetap tak ada. "Alamak, bakal ketinggalan pesawat nie", kata saya dalam hati. Tapi untunglah, ketika lewat di depan Pasar Ramayana, tak jauh dari Olino, ada satu taksi yang ngetem. Hati saya pun lega. Saya langsung cabut ke bandara.

Walau tak sempat berkunjung ke tempat-tempat menarik lainnya di Kota Malang, seperti Jatim Park dan daerah Batu yang katanya indah dan dingin, tak apalah, mungkin lain waktu bisa dilanjuti. Yang penting, saya sudah menginjakkan kaki di Kota Malang.

0 comments:

Post a Comment